Selasa, 15 April 2014

isi hati tentang kamu

Aku memang mencari dia yang serius Aku memang msih menunggu orang yang tepat Aku memang masih ingin tahu lebih dekat Terutama tentang kamu Aku tau mungkin kau orangnya yang selama ini aku cari Yang tak bias hidup tanpa hadir diriku Entah itu benar atau tidaknya Tapi tuk apa cinta tuk apa cemburu tanpa di dasari pengertian Seandainya kau tahu bahwa aku sangat setia menunggumu di sini Mesti terkadang mata ini menginginkan yang lebih darimu Tapi sudahlah, bagiku kau tetap yang pertama dan yang terakhir dalam hatiku Andai kau tau isi hati ini Andai kau dapat merasakan yang lebih Aku memang begini, tak seperti seperhatian yang dulu sebelum ku Tak seromantis tak secantik tak sholehah tak sebaik sebelum aku Namun aku sebagai wanita hanya bias menunggu orang yang katanya serius Tuk datang menjemput cintanya Apa daya bila kau pergi tinggalkan cintaku tuk selamanya Aku hanya bias terdiam menunggu penggantimu yang tak pernah ada di dunia Ah, kiranya mimpi belaka aku dapat menjadikanmu apa yg ada dalam pikiran hatiku Aku percaya suatu saat nanti akan tiba saatnya kau bahagia ada atau tiadanya diriku Karna aku saat ini bukan lah orang yang menyepelekanmu Tapi aku hanya manusia yang ingin kamu mengerti apa yang seharusnya di taati Biacara boleh kapan saja, tapi liah terpenting sikon Bukan sok sibuk tapi aku hanya ingin guna kan waktuku sebaiknya tuk melakuakan yang sebaiknya aku lakukan Posesif curiga cemburu khawatir negative siapa yang melarang, Semua itu boleh tapi jikalau over siapa yang tahan. Apa ia Cuma aku wanita di dunia yang tahan dengan situasi seperti ini Karna aku santai, bukan berarti sepele. Aku percaya kau percaya Saling jujur saling setia dan pengertian itu yang belum aku dapat kan dari dirimu oh pujaan.

HUKUM TANAH INDONESIA

Dalam kehidupan manusia bahwa tanah tidak akan terlepas dari segala tindak tanduk manusia itu sendiri sebab tanah merupakan tempat bagi manusia untuk menjalani dan kelanjutan kehidupannya. Oleh itu tanah sangat dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat, sehingga sering terjadi sengketa diantara sesamanya, terutama yang menyangkut tanah. Untuk itulah diperlukan kaedah-kaedah yang mengatur hubungan antara manusia dengan tanah. Di dalam Hukum Adat, tanah ini merupakan masalah yang sangat penting. Hubungan antara manusia dengan tanah sangat erat, seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa tanah sebagai tempat manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya. Tanah sebagai tempat mereka berdiam, tanah yang memberi makan mereka, tanah dimana mereka dimakamkan, tanah dimana meresap daya-daya hidup, termasuk juga hidupnya umat dan karenanya tergantung dari padanya. Tanah adat merupakan milik dari masyarakat hukum adat yang telah dikuasai sejak dulu. Kita juga bahwa telah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa pendukung negara yang bersangkutan, lebih-lebih yang corak agrarisnya berdominasi. Dalam hukum tanah adat ini terdapat kaedah-kaedah hukum. Keseluruhan kaedah hukum yang timbuh dan berkembang didalam pergaulan hidup antar sesama manusia adalah sangat berhubungan erat tentang pemamfaatan antar sesame manusia adalah sangat berhubungan erat tentang pemamfaatan sekaligus menghindarkan perselisihan dan pemamfaatan tanah sebaik-baiknya. Hal inilah yang diatur di dalam hukum tanah adat. Dari ketentuan-ketentuan hukum tanah ini akan timbul hak dan kewajiban yang berkaitan erat dengan hak-hak yang ada di atas tanah. Hukum Adat Tanah Semula hukum adat di Indonesia hanya ditemukan berdasarkan simbol-simbol. Hukm adat mencerminkan kultur tradisional dan aspirasi mayoritas rakyatnya. Hukum ini berakar dalam perekonomian subsitensi serta kebijakan paternalistik, kebijakan yang diarahkan pada pertalian kekeluargaan. Penilaian yang serupa dibuat dari hukum yang diterima di banyak negara terbelakang. Hampir di manapun, hukum ini gagal dalam melangkah dengan cita-cita modernisasi. Sistem tradisional dari kepemilikan tanah mungkin tidak cocok dengan penggunaan tanah yang efisien, karena karakternya yang sudah kuno dari hukum komersial yang memungkinkan menghalangi investasi asing. Bahkan, secara lebih mendasar hukum yang diterima tidak dipersiapkan untuk menyeimbangkan hak-hak pribadi dengan hak masyarakat dalam kasus intervensi ekonomi yang terencana. Sementara itu di Indonesia, hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat dimana sendi-sendi dari hukum tersebut berasal dari masyarakat hukum adat setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, dan negara yang berdasarkan persatuan bangsa dan sosialisme Indonesia. Dengan demikian menurut B.F Sihombing, hukum tanah adat adalah hak pemilikan dan penguasaan sebidang tanah yang hidup dalam masyarakat adat pada masa lampau dan masa kini serta ada yang tidak mempunyai bukti-bukti kepemilikan secara autentik atau tertulis, kemudian pula ada yang didasarkan atas pengakuan dan tidak tertulis. Bagi masyarakat hukum adat, maka tanah mempunyai fungsi yang sangat penting. Tanah merupakan tempat di mana warga masyarakat hukum adat bertempat tinggal, dan tanah juga memberikan penghidupan baginya. Hubungan antara masyarakat hukum adat dengan tanah, Ter Haar menyatakan sebagai berikut (B Ter Haar Bzn 1950:56). Masyarakat tersebut mempunyai hak atas tanah itu dan menerapkannya baik ke luar maupun ke dalam. Atas dasar kekuatan berlakunya keluar, maka masyarakat sebagai suatu kesatuan mempunyai hak untuk menikmati tanah tersebut. Atas dasar kekuatan berlakunya ke dalam masyarakat mengatur bagaimana masing-masing anggota masyarakat melaksanakan haknya, sesuai dengan bagiannya, dengan cara membatasi peruntukan bagi tuntutan-tuntutan dan hak-hak pribadi serta menarik bagian tanah tertentu dari hak menikmatinyasecara pribadi, untuk kepentingan masyarakat. Masyarakat hukum adat tersebut, sebenarnya dapat ditinjau sebagai suatu totalitas, kesatuan publik maupun badan hukum. Sebagai totalitas, maka masyarakat hokum adapt merupakan penjumlahan dari warga-warganya termasuk pula pemimpinnya atau kepala adatnya. Sebagai suatu kesatuan publik, maka masyarakat hukum adat sebenarnya merupakan suatu badan penguasa yang mempunyai hak untuk menertibkan masyarakat serta mengambil tindakan-tindakan tertentu terhadap warga masyarakat. Sebagai badan hukum, maka masyarakat hukum adat diwakili oleh kepala adatnya, dan lebih banyak bergerak di bidang hukum perdata. Dengan demikian, maka sebenarnya hubungan antara masyarakat hukum adat dengan tanahnya, merupakan suatu hubungan publik maupun hubungan perdata, oleh masyarakat hukum adat menguasai dan memiliki tanah tersebut. Penguasaan dan pemilikan atas tanah oleh masyarakat hukum adat oleh Van Vollen Hoven disebut sebagai beschikkingrecht. Menurut Ter Haar, bahwa sebagai suatu totalitas, maka masyarakat hukum adat menerapkan hak ulayat dengan cara menikmati atau memungut hasil tanah, hewan ataupun tumbuh-tumbuhan. Sebagai badan penguasa, maka masyarakat hukum adat membatasi kebebasan warga masyarakat untuk memungut hasil-hasil tersebut. Hak ulayat dan hak-hak warga masyarakat secara pribadi, mempunyai hubungan timbale balik yang bertujuan untuk mempertahankan keserasian sesuai dengan kepentingan masyarakat dan warga-warganya (B Ter Haar Bzn 1950: 57). Masyarakat hukum adat sebagai suatu totalitas, memiliki tanah dan hak tersebut dinamakan hak ulayat yang oleh Hazairin disebut sebagai hak bersama. Oleh karena itu, maka masyarakat hukum adat menguasai dan memiliki tanah terbatas yang dinamakan lingkungan tanah (wilayah beschikkingskring). Lingkungan tanah tersebut lazimnya berisikan tanah kosong murni, tanah larangan dan lingkungan perusahaan yang terdiri dari tanah di atasnya terdapat pelbagai bentuk usaha sebagai perwujudan hak pribadi atau hak peserta atas tanah. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Untuk menciptakan hukum agraria nasional guna menjamin kepastian hukum bidang pertahanan, maka dilakukanlah unifikasi hukum pertahanan dengan membentuk UU no. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, atau yang lebih dikenal dengan UUPA pada tanggal 24 September 1960. Alasan-alasan lahirnya UU No.5 Th 1960 (UUPA), yaitu: a. karena hukum agraria yang berlaku sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari pemerintah jajahan (Belanda), hingga bertentangan dengan kpentingan negara; b. karena akibat politik-hukum penjajahan, sehingga hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualisme, yaitu berlakunya peraturan-peraturan dari hukum adat di samping peraturan-peraturan hukum barat, shg menimbulkan pelbagai masalah antar golongan yang serba sulit, juga tidak sesuai dengan cita-cita persatuan bangsa; c. hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum bagi rakyat asli. Hukum agraria sebagaimana yang dimaksudkan oleh UUPA, adalah suatu kelompok berbagai hukum, yang mengatur hak-hak penguasaan atas sumbe-sumber alam. Dalam pengertian yang luas, ruang lingkup hukum agraria meliputi: hukum tanah, hukum air, hukum kehutanan, hukum pertambangan/bahan galian, hukum perikanan dan hukum ruang angkasa (hukum yang mengatur penguasaan unsur-unsur tertentu ruang angkasa).